siapa tuan di danau toba?


Mja Nashir
Nashir Di tepi kapal aku berdiri memandangi danau Toba. Dua perahu mesin mengapung di depanku. Di atasnya para lelaki berompi memanen ikan dari keramba-keramba besar yang bertebar di atas danau Toba. Keramba-keramba yang menguasai danau Toba dalam skala besar itu kabarnya adalah milik perusahan asing. Meskipun ada beberapa yang milik swasta setempat. Konon ikan-ikan Nila dari danau Toba ini rasanya enak. Namun yang jelas untuk konsumsi luar negri.

Kabarnya keramba-keramba itu juga berdampak polusi bagi ekosistem danau karena proses over protein dan zat-zat kimia dari pakan-pakan yang dipacukan demi pertumbuhan ikan-ikan dalam keramba. Rasanya danau yang hebat ini bisa melahirkan ikan-ikan yang luar biasa tapi masyakarat setempat ‘nrimo’ untuk makan ikan kecil-kecil bernama pora-pora. Ah..kenapa di semua sektor kehidupan di negriku ini selalu begitu. Rasanya siapa dan apa yang tumbuh dari negri ini tidak pernah menjadi tuan bagi negeri sendiri.
Kramba5 Kramba1 Kramba2 Kramba3 Kramba4
Begitulah aku memandangi danau Toba seperti aku memandang negriku sendiri, nusantara. Orang-orang yang merasa diri sebagai bagian dari zaman modern sudah jarang yang berpijak dari kebijakan-kebijakan masa lalu. Merasa maju di zaman kini tapi sesungguhnya mundur ribuan langkah bila dibanding dengan zaman lampau. Dan kulihat begitulah yang menimpa padamu Danau Toba. Di masa lampau kamu dihargai dan dimuliakan sebagai sumber kehidupan. Orang-orang zaman dulu tinggal di tepianmu, membuat rumah-rumah menghadap ke arahmu. Kini rumah-rumah dan bangunan-bangunan membelakangimu. Kamu menjadi tempat pembuangan akhir dari kehidupan sehari-sehari. Tempat sampah manusia juga limbah kimia. Oh danau Toba!"
"Kusimpan semua itu di dalam hatiku. Semoga pertanda baik untukku. Memang kurasakan masih ada kehangatan alam Toba ini yang menyapa manusia dengan keramahannya. Tinggal bagaimana manusianya; apakah manusia masih mau bersahabat baik dengan alam atau justru sebaliknya."